Kecepatan waktu dalam penanganan stroke memang sangat mempengaruhi besar atau kecilnya kerusakan saraf yang akan terjadi. 2 juta sel saraf mati setiap menitnya pada pasien dengan stroke, mengakibatkan risiko kerusakan otak permanen, kecacatan, ataupun kematian.
Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON), dr Mursyid Bustami, SpS (K), KIC menyebutkan bahwa sektiar 70-80 persen kasus stroke terjadi karena penyumbatan. Oleh karena itu, di RSPON dilakukan terapi pemberian obat penghancur sumbatan (bekuan darah) yang disebut trombolisis.
Pemberian obat dilakukan setidaknya kurang dari golden period atau waktu 4,5 jam. Persiapan sudah mulai dilakukan sejak pasien masuk lewat pintu rumah sakit sampai disuntikkan obat ditargetkan selesai dalam satu jam (door to needle.)
dr Mursyid menjelaskan, penanganan pertama pasien akan dibawa ke UGD untuk memastikan apakah gejala yang dialami stroke atau bukan. Lalu setelah dipastikan, akan dilakukan CT Scan sebagai standar untuk memeriksa stroke. Baru setelah itu diberikan terapi trombolisis, dalam 2-3 hari pasien sudah bisa pulang kembali.
Bagaimana jika jalanan kerap macet seperti di Jakarta? "Itulah kendalanya. Semua rumah sakit yang memang ada dokter saraf, ada UGD-nya mestinya mampu untuk melakukan itu, nggak cuma RSPON aja. Kalau RSPON saja mana cukup," jawab dr Mursyid.
RSPON telah menangani sekitar 100 pasien dengan terapi trombolisis sejak akhir tahun lalu. dr Mursyid menegaskan bahwa terapi ini menjadi terapi pilihan terbaik di seluruh dunia, dan lebih baik hindari penanganan tradisional yang tidak jelas.
"(Tidak ada) tusuk jarum, tusuk telinga, keluarkan darah. Jangan sesatkan masyarakat dengan itu," tutup dr Mursyid.
sumber : https://health.detik.com
0 komentar:
Posting Komentar